Gegara SGS, Omzet Pedagang Mie Ayam dan Bakso Wonogiri Tembus Rp800 Juta! Padahal Cuma 2 Hari Loh

WONOGIRI — Festival Mie Ayam dan Bakso Wonogiri yang digelar selama dua hari penuh, 25 hingga 26 Juli 2025, di Alun-alun Giri Krida Bakti Wonogiri, mencetak prestasi luar biasa. Tak hanya ramai pengunjung, event ini juga sukses mencatat omzet fantastis hingga Rp800 juta dari total transaksi para tenant kuliner dan UMKM.

Ajang kuliner yang merupakan bagian dari rangkaian Soloraya Great Sale (SGS) 2025 itu menjadi magnet baru wisata kuliner Jawa Tengah. Dipadati warga Wonogiri dan luar kota, festival ini menghadirkan 40 tenant pilihan, terdiri atas 20-an penjual mie ayam dan bakso khas Wonogiri serta 20 pelaku UMKM unggulan lokal.

Bupati Wonogiri, Setyo Sukarno, yang sebelumnya hadir dan membuka secara langsung acara tersebut menyampaikan bahwa potensi ekonomi dari sektor kuliner khas daerah ternyata sangat luar biasa.

“Kalau omzet tiap tenant bervariasi. Ada yang pada hari pertama itu dapat Rp12 juta, Rp15 juta juga ada. Perkiraan kami, omzet seluruh tenant mencapai hampir Rp800 juta selama dua hari penyelenggaraan,” ujar Bupati Wonogiri Setyo Sukarno, Senin (28/7/2025).

Bupati Setyo Sukarno menyebut angka Rp800 juta itu bisa saja lebih tinggi jika dihitung dari potensi pembelanjaan tak langsung, seperti parkir, jasa ojek, pedagang kaki lima, hingga warung sekitar alun-alun.

“Ini menjadi bukti bahwa ekonomi kerakyatan bisa bertumbuh jika dikelola secara serius dan dikemas secara menarik. Kami ingin Wonogiri terus menjadi contoh bagaimana daerah bisa membangun dari potensi lokal,” kata Bupati.

Para pedagang pun mengaku sangat puas. Banyak yang kewalahan melayani pembeli, bahkan beberapa tenant mengaku kehabisan stok bahan baku sebelum malam tiba.

Wonogiri Kota Bakso: Bukan Sekadar Julukan, Tapi Branding yang Hidup

Bupati menegaskan, gelaran ini bukan hanya sekadar promosi makanan, tetapi bagian dari strategi branding jangka panjang untuk mengangkat nama Wonogiri sebagai “Kota Bakso dan Mie Ayam”. 

Namun, ia menegaskan bahwa branding ini bukan dalam konteks klaim kuliner khas, melainkan positioning kuat dalam ranah bisnis dan persepsi publik.

“Kami semakin bersemangat mem-branding Wonogiri sebagai Kota Bakso. Tapi perlu diingat, bukan berarti bakso itu khas Wonogiri, melainkan Wonogiri Kota Bakso, Wonogiri menjadikan bakso sebagai kekuatan ekonomi dan identitas budaya baru,” jelasnya.

Rencana ke depan pun makin ambisius. Pemkab Wonogiri terbuka terhadap kolaborasi dengan berbagai pihak untuk menggelar event serupa dengan skala yang lebih besar. Bahkan, ada wacana untuk memecahkan rekor MURI makan bakso massal serentak di 25 kecamatan serta mendirikan Museum Bakso pertama di Indonesia di Kabupaten Wonogiri.

Tak hanya menjajakan makanan, setiap tenant juga berlomba-lomba menampilkan kreativitas plating dan cara penyajian yang menggoda pengunjung untuk mengabadikannya di media sosial.

Sementara tenant UMKM non-kuliner menyajikan produk seperti batik khas Wonogiri, kerajinan tangan, aksesoris etnik, kopi lokal, hingga makanan kering hasil olahan warga desa.

Festival ini bukan sekadar tempat jajan, tapi juga tempat hiburan yang ramah keluarga. Panggung utama festival menghadirkan:

✓ Musik dangdut lokal seperti OM PNS, Karorege, dan Orkes Well Terr
✓ Atraksi reog dan kesenian daerah
✓ Lomba makan mie ayam tercepat dan bakso terbanyak
✓ Zona mural & photobooth estetik
✓ Talkshow UMKM sukses
✓ Demo masak mie ayam dan bakso oleh chef dari Bogasari
✓ Area bermain anak dan edukasi gizi

Seluruh rangkaian kegiatan ini dirancang bukan hanya untuk menghibur, tapi juga memberi ruang promosi kreatif bagi pelaku UMKM lokal, yang selama ini belum memiliki platform berskala besar. Medicentersgs

WhatsApp Icon Shopping Icon